Pages

  • Beranda
  • Tentang Saya

Bintu Tsaniyah

A Lifestyle Blog by A Second Child

  • Home
  • Tentang Saya
  • Artikel
    • Arsitektur
    • Renungan
    • Rupa-rupa
  • Kuliner
  • UC News
  • Buku

Apakah bunda-bunda semua sedang ada problem anaknya ngegame aja. Ini ada aplikasi web dan aplikasi playstore yang bagus buat belajar anak tentang coding secara visual, jadinya gak ngegame terus malah bisa buat game sendiri, selain itu juga bisa membuat animasi sendiri dan ini bagus buat anak-anak. Nama aplikasinya adalah Scratch. Menurut Wikipedia.com Scratch adalah bahasa pemrograman visual untuk lingkungan pembelajaran yang memungkinkan pemula (entah murid, guru, pelajar, atau orangtua) untuk belajar membuat program tanpa harus memikirkan salah-benar penulisan sintaksis. Scratch di buat dan dikembangkan oleh MIT Media Lab, salah satu Lab yang dipunyai Massachusetts Institute of Technology, Sekolah teknologi terbaik dunia. Untuk memainkan Scratch cukup masuk ke web scratch di sini atau bisa di download di sini untuk bermain secara offline.kalau menggunakan smartphone download aplikasi di play store. Untuk tampilan scratch seperti di bawah ini.

Setelah itu mendaftar dengan cara klik join Scratch, kalau sudah punya akun tinggal login saja.Nanti muncul pertama adalah interface (antarmuka) dimana dibagi stage area, block palette dan area coding. Untuk membuat awal klik create, kemudian mulai otak atik animasi yang ingin di buat setelah selesai dan ingin menjalankan maka tekan bendera hijau. Berikut Cara mendaftar di scratch :



Setelah masuk akan ada interface (antarmuka) dimana di bagian bawah merupakan bagian blok pallete berisi block blok operator yang berisi perintah, misal berjalan, loncat, dsb. Untuk seluruh bahan-bahan mulai dari background, gambar, suara sudah disediakan di perpustakaan scratch, tinggal mengambil saja, Bahkan bisa membuat sendiri.



Berikut contoh pemograman scratch :



Sumber :

https://en.scratch-wiki.info/

https://www.prasetyorini.com

https://danilearn.wordpress.com

https://id.wikipedia.org



0
Share

Capcai (menurut KBBI) adalah masakan yang terdiri atas sayur (wortel, sawi hijau, bunga kol, dan sebagainya) ditambah bakso, kembang tahu, udang dan sebagainya, dan diberi bumbu tertentu. Untuk capcai  Jawa dan biasa menurut saya pada penggunaan bumbunya ya. Jika capcai biasa banyak menggunakan jenis kecap dan tepung maizena agar hasilnya kental. Capcai  Jawa lebih simpel. Bumbu hanya tiga macam. Dan hanya menggunakan kecap manis, itupun optional.

(Source resep: Bunda Didi)

Bahan-bahan:

5 butir bakso sapi, iris tipis

1 buah wortel, potong serong tipis

5 lembar daun sawi hijau, potong-potong

3 buah jagung muda, potong serong

1 batang daun bawang, potong serong

1 genggam bunga kol, petik

1 butir telur

100 ml air

1/2 sdt kaldu ayam bubuk

3/4 sdt garam atau secukupnya

1/2 sdm kecap manis

Bumbu halus:

2 siung bawang putih

2 butir kemiri

10 butir merica


Langkah:

1. Tumis bumbu halus hingga matang dan harum.

2. Sisihkan bumbu di pinggir wajan, lalu masukkan telur. Buat orak-arik.

3. Masukkan air dan bakso, biarkan mendidih. Setelah itu masukkan wortel, jagung muda dan bunga kol, masak sebentar agar duluan matang.

4. Masukkan sisa bahan dan bumbu, kecuali kecap manis. Aduk rata hingga sayuran layu, masukkan kecap manis. Aduk merata kembali.

Koreksi rasa. Sajikan hangat. Jika mau pedas santap dengan ceplusan cabai rawit ya.



0
Share

Ketupat adalah makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa, berbentuk kantong segi empat dan sebagainya, kemudian direbus, dimakan sebagai pengganti nasi. Saat hari raya Idul Fitri ketupat kerap menjadi primadona sebagai pelengkap menu utama.

Teknik masak ketupat 20-30-20-30, maksudnya adalah masak ketupat dalam air mendidih selama 20 menit dengan api sedang, lalu matikan api dan istirahatkan 30 menit di kompor, lalu masak lagi ketupat selama 20 menit dengan api sedang, lalu matikan api dan istirahatkan lagi ketupat selama 30 menit.

Namun, karena bisa dibilang instan, ketupat ini hanya bertahan maksimal 1 hari saja. Jadi jika hendak memakai cara ini masak secukupnya saja ya.

Bahan-bahan
Selongsong ketupat janur (sy: 8 buah ukuran kecil)
Beras (sy : 1 1/2 cawan takar magic com)
Air

Langkah
1. Cuci beras seperti biasanya, lalu masukkan ke dalam selongsong ketupat yang telah disiapkan. Caranya, buka ujungnya pelan (pada sudut kuncian selongsong janur), masukkan beras menggunakan sendok. Isi selongsong dengan beras sebanyak 1/2 atau maksimal 3/4 bagian ketupat. Lakukan hingga semua ketupat terisi.

2. Tampung air di dalam panci. Perkirakan seluruh badan ketupat terendam. Lalu masak di atas kompor hingga mendidih. Setelah mendidih, masukkan ketupat. Setelah itu mulailah perhitungan metode memasaknya. Masak ketupat dalam air mendidih selama 20 menit dengan api sedang, lalu matikan api dan istirahatkan 30 menit di kompor, lalu masak lagi ketupat selama 20 menit dengan api sedang, lalu matikan api dan istirahatkan lagi ketupat selama 30 menit. Selama proses itu panci dalam kondisi tertutup ya.

3. Setelah perhitungan waktunya lengkap atau selesai, matikan kompor dan tiriskan ketupat. Lalu gantung (diangin-anginkan), baru bisa dinikmati atau dipotong-potong.

Selamat mencoba.

0
Share


Emang sih waktu zaman sekolah pelajaran PMP (jaman 90an 😁) ato PPKn tidak jadi favorit sama sekali. Entah materi yang ngantukin, isinya hafalan-saya tidak mahir, atau kalau ujian soal panjang tapi agak bingungin. 

Tapi, sekarang ketika saya jadi ibu dan anak pertama saya kelas dua SD saya tahu pelajaran itu penting sejak dini dan tidak terlalu sulit memberi pemahaman mereka tentang implementasi nya di kehidupan. Selain kurikulumnya mendukung, yakni tematik, juga adanya pandemi membuat saya sebagai orangtua bisa ikut belajar lagi. Dan mungkin istilahnya mencuci otak masa lalu yang terlanjur merasa pelajaran tentang kebangsaan itu tidak penting, hehe... 

Untuk perkembangan zaman sekarang ini dimana banyak orang-kelompok mengklaim yang paling benar dan menyepelekan orang-orang yang tidak sepaham, maka memahami Pancasila akan banyak manfaatnya. Terutama dalam menghadapi perbedaan. Dan Pancasila selaras dengan inti ajaran umat beragama, karenanya poin keagamaan ada di urutan nomor 1.

Saya dan anak-anak di luar pembelajaran tidak pernah mengulik-ngulik pelajaran. Tapi ada saja pertanyaan atau pengalaman mereka yang pada akhirnya mengembalikan kepada pelajaran yang diajarkan di sekolah. Seperti cerita saya dan si sulung di gambar di bawah ini. Sedari kecil anak-anak sudah dikenalkan dengan berbagai perbedaan. Nah, bagi orangtua bagaimana caranya menjawab agar anak-anak tahu cara menyingkapi perbedaan tanpa permusuhan atau kebencian seperti di masa sekarang. 

Untuk hidup yang damai di Indonesia. 

Selamat Hari Lahir Pancasila, 1 Juni

Saya Indonesia, saya Pancasila!

0
Share

 


Kikil adalah bagian daging sapi di bagian kaki yang biasa digunakan sebagai bahan dasar makanan terutama di Asia. Di Indonesia, biasanya daging ini digunakan untuk sup, tapi bisa juga ditumis. Di beberapa daerah, seperti Yogyakarta, kikil biasanya ditumis super pedas dan menjadi bagian dari kuliner khas.

Resep Oseng Kikil Mercon (plus Buncis)


Bahan-bahan
250 gr kikil, cuci bersih
2 lembar daun salam
1 ruas jari lengkuas, memarkan
1/4 sdt garam


Bumbu:
100-150 gr cabai rawit merah / sesuai selera pedas Anda
7 siung bawang merah
3 siung bawang putih
3 cm jahe, memarkan
2 lembar daun jeruk
1/2 sdm gula merah
1 sdt kaldu bubuk sapi/ garam


Tambahan (optional)
10 batang buncis, potong uk. 3 cm

Langkah:
1. Rebus kikil dengan daun salam, laos (lengkuas) dan garam hingga lunak. Boleh dipotong terlebih dahulu atau setelah lunak ya.
2. Siapkan bumbu dan bahan lainnya. Untuk memudahkan proses ulek, pada resep asli sebetulnya bawang dan cabai utuh digoreng dahulu. Tapi untuk menghemat waktu saya iris tipis saja, setelah itu haluskan kasar.
3. Tumis bumbu yang telah dihaluskan, tambahkan daun jeruk, daun salam, laos yang sebelumnya ada di rebusan kikil, aduk rata.
4. Masukkan kikil, tambahkan garam, kaldu dan gula merah, tuang juga air sebanyak 100 ml/ secukupnya, aduk merata.
5. Sesaat setelah mendidih, masukkan buncis. Jika tidak menggunakan bahan lain seperti buncis, cukup masak hingga kuah menyusut dan bumbu meresap ya.
6. Setelah matang, siap disajikan.

Selamat mencoba,

Salam Bintu Tsaniyah.

0
Share


NASI KOREDAN - Adalah definisi dari nasi (biasanya sisa semalam) yang dicampur dengan secukupnya tumisan. Misalnya, masak tumis sudah matang dan dipindah ke mangkok saji, sengaja seukuran satu sendok sayur atau secukupnya dibiarkan di wajan. Cemplungin deh nasinya, aduk merata. Kompor nyalakan kembali. 

Dijamin maknyus.... Zaman dulu favorit itu kalau ibu saya masak kering tempe. Lebih nikmat kalo disantap ala nasi koredan ini. Kalo ini saya campur dengan kikil mercon, sengaja banget pakenya nasi baru, he... Zaman now, zaman magic com, nasi sisa itu sepertinya barang langka, he...



0
Share


Sekilas tentang Kerang Darah (Dara)

Dilansir dari laman wikipedia.org (retrieved 5/3/2021), kerang darah (Anadara granosa) adalah sejenis kerang yang biasa dimakan oleh warga Asia. Anggota suku Arcidae ini disebut kerang darah karena ia menghasilkan hemoglobin dalam cairan merah yang dihasilkannya.

Kerang ini menghuni kawasan Indo-pasifik dan tersebar dari pantai Afrika timur sampai ke Polinesia. Hewan ini gemar memendam dirinya ke dalam pasir atau lumpur dan tinggal di mintakat pasang surut. Dewasanya berukuran 5 sampai 6 cm panjang dan 4 sampai 5 cm

Budidaya kerang darah sudah dilakukan dan ia memiliki nilai ekonomi yang baik. Meskipun biasanya direbus atau dikukus, kerang ini dapat pula digoreng atau dijadikan satai dan makanan kering ringan. Ada pula yang memakannya mentah.

Resep Sup Kerang Dara


 
Ini adalah salah satu resep simpel olahan kerang dara (darah) yang bisa dicoba di rumah. Menggunakan bumbu-bumbu tradisional khas Indonesia. Rasanya dijamin segar. Yuk simak resepnya di bawah ini!

Bahan-bahan

500 g kerang dara segar

Bumbu:

3 siung bawang putih, haluskan

6 siung bawang merah, iris tipis

2 lembar daun salam

2 lembar daun jeruk

1 batang serai, memarkan

1 ruas jahe, memarkan

1 sdt garam

1/2 sdt merica bubuk

1/4 sdt penyedap rasa (optional)

Bahan lain:

1 batang daun bawang, iris serong

500 ml air, tambahkan sesuai kebutuhan

2-3 sdm minyak goreng


Langkah:

1. Siapkan semua bahan yang diperlukan. Cuci kerang dara di air yang mengalir hingga bersih, sikat jika perlu.

2. Panaskan wajan dengan api besar, tumis semua bumbu hingga harum.

3. Masukkan air, lanjutkan dengan kerang dara, aduk merata. Koreksi rasa.

4. Setelah kerang matang, matikan api. Dalam referensi yang saya pakai, cukup 4 menit kerang matang di air mendidih dengan posisi wajan ditutup. Tapi, jika belum yakin ditambah saja ya waktunya, sumber resep asli mengatakan 10 menit. Sajikan hangat ya. 

Selamat mencoba, semoga bermanfaat.

Salam Bintu Tsaniyah.


0
Share

Oven tangkring merupakan istilah umum masyarakat Indonesia saat menyebutkan oven kompor.  Bahkan biasanya cukup disebut dengan otang saja.  Harga otang relatif terjangkau dan irit, seperti saat masak sehari-hari saja.  Meskipun secara bentuk, ukuran dan penampilan kurang menarik dibanding oven listrik.  Soal kekokohan juga lebih mantap oven gas.  Namun, untuk kebutuhan baking rumahan apalagi pemula (seperti saya), otang ini adalah pilihan yang paling pas.  Bahkan ada beberapa pengusaha kue yang setia loh memakai otang ini, bahkan hasil kuenya cukup sempurna.

Ada beberapa merek oven kompor yang terkenal di Indonesia, diantaranya adalah Hock, Butterfly, Narinos dan Bima.  Nah, yang paling murah dan banyak di pasaran adalah merek Bima.  Kisaran harganya sekitar Rp 150.000,00.  Namun, tergantung daerah dan tokonya ya.  Beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan oven tersebut dengan harga 125 ribu, di daerah Indramayu.

Nah, kali ini saya akan menulis tentang pengalaman saya saat menggunakan oven kompor saat pertama kali.  Sebagai pemula yang sama sekali belum pernah memakai oven pasti khawatir, takut salah.  Kalau tidak hati-hati proses baking yang umumnya tidak sederhana, bisa-bisa fatal kan ya cuma di saat terakhir, saat memanggang.  Agar tidak terjadi demikian, maka perlu mencari detailnya terlebih dahulu, barangkali ada treatment khusus yang harus dilakukan  Bertanya kepada ibu saya, ternyata beliau sepertinya lupa, jadi saya putuskan untuk mencari di internet.  Ada beberapa sumber di Youtube dan Google yang saya ambil.  Selain tentang pengenalan bagian dari oven kompor, rupanya dalam penggunaannya pun ada langkah-langkah yang harus dilakukan, agar hasil panggangan berhasil dengan baik.

Berikut cara yang saya himpun dan lakukan untuk penggunaan awal oven kompor alias oven tangkring alias otang ini:

1. Letakkan oven di atas kompor.  Sebagai tatakan oven, gunakan beberapa potong batu bata di ketiga sisi (lihat gambar).  Oya untuk pertama kali batu batanya saya cuci dulu menggunakan sabun. Setiap selesai menggunakan oven, batu bata tersebut saya simpan di tempat yang aman dari kotoran (bungkus dengan kantong kresek).

Jadi, tatakan kompor yang sebenarnya sebaiknya dilepas.  Tujuan langkah ini adalah agar ada jarak yang lebih antara api dan oven untuk mengurangi resiko over heat.

(Langkah 2 dan selanjutnya adalah khusus untuk penggunaan awal saja ya.  Berdasarkan postingan di Youtuber Diyan Permana  hal ini dilakukan untuk mengurangi bau cat yang mungkin timbul.) 

2. Siapkan daun pandan berjumlah 9 helai. Lipat dua dan buat simpul. Letakkan di bagian dasar oven (lihat gambar).


3. Panaskan kompor dengan api terkecil.  Jangan lupa posisi lubang atas tertutup ya! Oya, tambahan, di atas oven, saya juga letakkan setengah batu bata lagi. Tujuannya adalah untuk menstabilkan posisi oven agar tidak mudah goyang. 

Menurut sumber referensi, pada 5-10 menit pertama ovennya mengeluarkan asap, kemungkinan karena apinya selama durasi itu biasa, baru kemudian dikecilkan.  Dan menurutnya, hal itu normal tidak apa-apa.  Namun, pada pemanasan awal yang saya lakukan (dengan api terkecil) tidak muncul sama sekali.


4. Teruskan pemanasan dengan api kecil hingga kurang lebih 50 menit ke depan.  Total pemanasan adalah 1 jam.  

Hasil akhir daun pandan ampak berubah warna menjadi kecoklatan.  Jika selama 1 jam daun pandan belum berubah warna, besarkan apinya hingga dicapai yang diharapkan (lihat gambar).

5. Matikan kompor,bersihkan sisa-sisa daun pandan, oven siap digunakan. Selamat memanggang roti! 


Semoga artikel ini bermanfaat ya. 

Salam Bintu Tsaniyah.

0
Share

Tanggal 22 Desember merupakan hari peringatan atau perayaan yang dilakukan sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan seorang ibu dalam keluarga. Sejarah mengatakan bahwa Hari Ibu ditetapkan sebagai hari Nasional sejak tahun 1959 oleh Presiden Soekarno. Setelah sebelumnya diputuskan dalam sebuah Kongres Perempuan Indonesia pada tahun 1928.

Mungkin sejarah tampak tidak begitu penting, namun di masa sekarang dimana segala sesuatu tampak 'abu-abu' sehingga memunculkan banyak keraguan. Informasi tersebut sangat diperlukan. Apalagi ketika saya sudah menjadi seorang ibu. Dimana, saya (dan juga suami) adalah kamus pertama untuk anak-anak. 

Terlebih di masa pandemi ini, perjuangan seorang ibu secara nyata mungkin  menjadi semakin berat. Anak-anak yang harus bersekolah di rumah atau pendapatan keluarga yang semakin terbatas. Belum lagi persoalan lain, seperti aktivitas yang terbatasi, membuat para ibu rentan untuk menjernihkan pikiran. Subhanallah... 

Tapi, Ibu, itu mungkin gambaran rasa ya. Menapaki kenyataano, kita haruslah senantiasa optimis dan berusaha mengedepankan berpikir positif. Mulailah dari bersyukur atas keadaan yang paling sederhana sekalipun, apapun itu. Alhamdulillah 'ala kulli hal, "segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan”, mungkin bisa menjadi mantra penguat ibu. 

Sesuai dengan tema pemerintah tentang Hari Ibu tahun ini, yaitu 'Perempuan Berdaya Indonesia Maju', yaitu:

Untuk menjadi berdaya itu tidak hanya bisa diraih dengan materi saja. Buka pikiran seluas-luasnya, mohon petunjuk-Nya untuk bisa menyaring mana hal-hal yang baik saja. Ikuti ritmenya, maka terbitlah sebuah jalan untuk menghasilkan sesuatu. InsyaAllah. 


Selamat Hari Ibu, untuk para ibu (& calon ibu)  Indonesia. 

Stay safe, stay healthy, always positive mind for you all ❤

Happy mom, happy family, InsyaAllah 😇



0
Share
Source: pixabay.com
 
New Normal. Adaptasi. Jaga jarak. Kata-kata ini mungkin menjadi familiar akhir-akhir ini. Namun, siapa sangka sudah sejak sekian lama aktivitas itu ada. Hanya saja muncul tanpa disadari dan tanpa penamaan.

Suatu siang di ruang duduk belakang, aku sedang ‘entah ngapain’ duduk di kursi. Sementara jarak beberapa kursi ada beliau. Duduk santai bersandar, kedua kaki diangkat menekuk lututnya hingga seakan sejajar dengan bahunya. Dengan kacamata, beliau menekuri satu bendel kertas ukuran A5 dengan serius. Tak berapa lama. 
 
“Mbak, tulisan kayak kiye (mengeja beberapa huruf) macane kaya kiye (melafalkan satu kata dalam bahasa Inggris), bener ora?” tanya beliau. 
“Nggih, leres. Badhe ngge napa sih?” tanyaku. 
“Lha kan ngesuk arep khotbah raya ya, nah…nah…nek kiye (mengeja kata lagi) bener mbok?” kata beliau. 
 
Aku tahu terkadang beliau memang serius bertanya, tapi terkadang pula beliau hanya sekedar membuka obrolan sambil sesekali bercanda. Tapi, soal mempelajari bahan saat beliau hendak berbicara didepan umum, entah itu khotbah Jumat, khotbah Hari Raya atau ceramah rutin, itu sudah pasti dilakukan. Meski aktivitas pidato tersebut sudah menjadi rutinitas layaknya ‘makanan pokok’ selama bertahun-tahun. 
Itu menjadi pemandanganku sehari-hari. Beliau dan bacaan. Dan siang itu obrolan kami cukup mengasyikkan. 

Namun, memang segala hal yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi. Dan hadirnya perubahan tidak selalu bisa diprediksi kapan dan berupa apa. Demikian pula yang terjadi keesokan harinya. 

Pagi itu aku sudah berangkat ke masjid raya. Mendapat tempat duduk yang nyaman, duduk takzim sambil bertakbir. Tak berapa lama, kulihat sosok beliau berjalan. Biasa, dengan koko panjang berwarna terang dan mengenakan sarung. Tampak pula sajadah yang terlipat rapi memanjang tersampir di bahunya. Kuyakin beliau juga harum, karena minyak wangi sama wajibnya dengan ibadah. 
Sekitar tiga meter sebelum beliau sampai di pojokan jalan, hanya 20 meter dari masjid, tiba-tiba terdengar suara dari dalam ruangan. Lewat pengeras suara, berbunyi penanda bahwa acara akan segera dimulai. Tapi, beliau belum sampai di lokasi, bagaimana bisa penanda terlebih dahulu? 
 
Bukan hanya aku yang bingung. Kudengar sekeliling pun mulai berbisik-bisik merasa aneh. Semua tahu beliau lah penceramahnya. Hatiku terkesiap, terlihat beliau memutar langkah. Beliau berbalik pulang. Aduh, ini buruk! 
Ya, selanjutnya acara raya hari itu berlangsung tanpa ada beliau. Sisa pelaksanaan ibadah raya kulakukan dengan hati tidak nyaman. Kuharap Tuhan memaafkanku. Setelah selesai, dengan langkah cepat, aku langsung berjalan pulang. Penasaran, bagaimana keadaan beliau. 

Rumah tampak hening, kubuka pintu depan. Tak perlu butuh waktu lama untuk mencari beliau. Beliau ada di kursi ruang tamu, di kursi favoritnya, posisi pojok. Lupa pastinya, kurasa beliau sedang membaca buku. Aku datang. Beliau hanya mengangkat matanya, mungkin sejenak tanda menyatakan selamat datang. Sekilas kulihat, matanya sedikit merah. Apa iya? Entah, tapi bukan sesuatu yang baik, raut wajahnya menyatakan itu. 

Hari itu, Hari Raya, tapi seisi rumah tidak terlalu bersuka-cita. Meski simpati khalayak cukup berdatangan. Meski hidangan segala rupa ala kadarnya sudah tersedia. Kebahagiaan usai kewajiban ‘tidak sarapan’ selama 1 bulan pun seakan tidak membuat perut meronta-ronta terus minta diisi. 

Hari itu, Hari Raya, yang pasti itulah kali terakhir langkahnya untuk berkhotbah. Beliau menutup diri untuk urusan satu itu. Apa yang sudah dipelajari beliau hari sebelumnya pada akhirnya tidak pernah sampai kepada siapapun. 
 
Hari itu adalah awal new-normal untuk kehidupan keluarga kami. 
 
Beliau tentu yang paling banyak mengalami perubahan. Sebab buatku mungkin belum seberapa, hanya soal sekeliling tidak lagi ramai, dan ada beberapa aturan baru yang harus dilakukan saat berinteraksi dengan orang tertentu. Tidak ada ujaran kebencian satu kalipun yang beliau ajarkan. Hanya menjaga jarak. Ya, menjaga jarak. Butuh waktu yang tidak singkat untuk bisa ber-adaptasi. Butuh beberapa Hari Raya untuk memulihkan luka, dan menjadi biasa saja.

Beberapa tahun kemudian.
Suatu hari ketika semua sudah terasa normal, kuberanikan bertanya pada beliau tentang kisah lama itu. Aku yang sungguh pelupa (hanya ingat peristiwa tapi tidak soal tanggal) masih penasaran dengan ‘kapan’ tepatnya kejadian itu bertanya pada beliau. 
 
“Kapan nggih?” tanyaku. 
“Lah…mbuh…kelalen.” jawab beliau. 
 
Sesimpel itu, dan dengan mimik yang biasa saja. 
Ah, memang sulit mengorek cerita soal rasa-rasa dari beliau, kali ini pun aku gagal. Apapun itu, semoga beliau selalu kuat dan baik-baik saja. 
 
Terima kasih untuk tidak pernah mengajariku, anak(anak)nya untuk membenci siapapun. Meski rasa itu sempat tumbuh itu tidak lebih dari sebuah proses pendewasaan yang manusiawi. Merasa bahwa sakit orangtua adalah sakit anaknya. Merasa ikut menerima berbagai ketidak-adilan. Satu keluarga satu rasa.
Terima kasih untuk selalu mendoakanku (kami) sehingga dalam proses kehidupanku (kami), selalu terjaga, bisa memudarkan kembali benci-dendam-marah-sakit hati itu, hingga berakhir pada keyakinan bahwa segalanya adalah skenario-Nya dan itu selalu yang terbaik serta membawa kebaikan. InsyaAllah... 

Mudah-mudahan sekelumit kisah ini bisa membawa manfaat, bukan mudarat (na'udzubillah... Astaghfirullah...) 
Semoga pandemi lekas berakhir, aamiin...
Dan, akhir kata, Wallahu 'alam bishawab, dan hanya Allah swt yang Maha Mengetahui.
 


Catatan akhir kisah:
Qadarullah, Raya (Idul Fitri 1 Syawal 1441 H) tahun ini terjadi pandemi. Seluruh masyarakat dihimbau untuk merayakan ibadah Raya di rumah masing-masing demi keselamatan diri dan keluarganya. Sehingga apa yang terjadi? Setiap rumah, setiap kepala rumah tangga, setiap individu di dalam rumah yang pemahaman agamanya terbaik, berkesempatan menjadi imam salat Raya sekaligus membawakan khotbah. Masya Allah! Sungguh siapa yang menyangka hal demikian akan terjadi. Namun, itulah skenario-Nya.
Hari ini mungkin kesan menakjubkan itu sudah semakin memudar, berganti dengan rutinitas yang semakin tidak jelas, kapan pandemi berakhir. Namun, ingat kembali untuk bersyukur dengan kejadian Raya kemarin.  Bagi-Nya tidak ada yang tidak mungkin. Segala yang terlihat buruk dimata manusia, sesungguhnya Allah menyelipkan peristiwa-peristiwa yang memberikan kebaikan diantaranya. Jadi, tetap berprasangka baik kepada-Nya. 
Inilah salah satu hikmah pandemi yang sebenarnya bisa dirasakan.

Bagi aku (beliau), hikmah pandemi yang khusus adalah beliau bisa melakukan salat Raya di (dekat) rumah lagi. Tidak harus pergi jauh, meskipun semakin jauh nilai kebaikan karena jarak juga InsyaAllah dijanjikan-Nya bertambah, tapi alasan dibaliknya yang membuat sedih. 
Kali itu, tentu juga melakukan Khotbah Raya kembali. Yang seterusnya membuat beliau mau menerima kembali tawaran Khotbah Jumat di sebuah masjid. Alhamdulillah.
Episode Khotbah Terakhir sudah menjadi bersambung dengan latar cerita yang baru.
Tabik!


0
Share


" Namun, meski hanya sebesar nol koma nol nol nol satu persen, hingga jauh tersamarkan, sesungguhnya masalah (atau hal yang mengganjal) itu ada. Ketidakpastian akan sesuatu hal itu ada. "

Saat itu, di bangku tunggu depan loket pengambilan obat, aku merasa 'sendiri'. Tidak ada yang dikenal. Meski banyak orang berlalu lalang, namun hanya mampir sebentat di depan mata. Banyak orang berbicara, tapi dengan urusannya masing-masing. Jadi, meski dalam keramaian aku hanya merasa hening, atau lebih tepatnya 'kosong'. 
Biasa digelayuti anak-anak, saatnitu tidak, ya, seharusnya mereka sedang aman di rumah. Suami, lebih-lebih nyaman, ada 'staf khusus' untuk keperluannya. Untuk keperluannya, aku  berada. 
Kulihat jam di hape. Hape yang biasanya penuh dengan daya tarik, mungkin karena hape suami atau entah kenapa, tidak antusias. 
Setengah jam lagi menuju maghrib. Dan ada kewajiban yang belum kutunaikan. 
Lain dari hari biasanya, kali ini, aku merasa, antara melakukannya tepat waktu atau memundurkannya bersamaan dengan maghrib adalah sesuatu yang santai. Tidak ada rasa bersalah, tidak ada tergesa-gesa. Barangkali berada di tengah-tengah orang yang tidak dikenal, yang tidak tahu apakah aku sudah menunaikan kewajibanku atau belum, sangat mendukung perasaan itu. 
Satu detik, dua detik, masih hening. Meski demikian, samar ada rasa seperti "ini salah", dalam hati aku terus berkutat dengan, "tetap duduk atau beranjak". Banyak kenapa yang harus kutanyakan padaku sendiri. Memaksa. Harus kupaksa sepertinya, ini salah, dan apa? Belum sepenuhnya terjawab tapi sudah cukup untuk membuatku berdiri, dan menuju loket, " Mbak, saya tinggal sebentar ya, mau ashar dulu."


Cukup ke gedung sebelah saja. Dekat. Sepi. Bagus, sedikit malu. Entah kenapa malu, mungkin karena hampir terlambat. Segera kutunaikan kewajibanku. Perdana berkunjung ke rumah-Nya, sejak pandemi hadir. Baru kulihat tanda silang-silang yang biasanya cuma kudengar dari ilustrasi dan cerita orang. Seketika aku haru. Kenapa? Mungkin, pertama, karena 'lunas'. Kedua, diberi pengalaman baru tentang rasa 'kosong'. 
Simpulannya, secara kasat mata, segala urusan mungkin sudah terencana secara sempurna, logic dan membuat percaya diri. Tanpa perlu mengingat-Nya, semua bisa berjalan. Namun, meski hanya sebesar nol koma nol nol nol satu persen, hingga jauh tersamarkan, sesungguhnya masalah (atau hal yang mengganjal) itu ada. Ketidakpastian akan sesuatu hal itu ada. Dan hanya Dia yang mampu menyelesaikannya, membolak-balik setiap keadaan. 
Dan, setelah kembali ke ruang tunggu. Terlihat suasana ruangan tetap sama, tapi pikiran jauh lebih tenang. Dan lebih terarah. Sudah siap melaksanakan rencana awal. Selesai urusan, sampai di kamar inap, qodarullah, Dia sudah membuat skenario baru, yang jujur saja, semula itu cuma harapan. Harapan yang jika terwujud seharusnya memudahkan segalanya. Namun, sebelumnya sulit. 
Ya, ada yang sudah bisa "buang angin" dan itu artinya bisa kembali bersama ke rumah. Tidak perlu proses lebih panjang lagi. Alhamdulillah. 

(Reminder for July 14 2020, karena si "mata ikan") 
1
Share

Source: pixabay.com
Tiga tahun yang lalu saya pernah menulis sebuah artikel tentang drama Korea dan sinetron Indonesia di UC News. Akun saya di outlet berita UC Web, bisnis milik Alibaba tersebut, sudah tidak pernah saya buka. Alasannya sepele, lupa password, gezz!  Hal yang tampak sepele, tetapi akibatnya gak sepele banget.  Fyi, menulis di UC News buat saya adalah kesempatan perdana menulis mendapatkan fee.  Jika diteruskan, seharusnya jalan lebar buat mamak berdaster ini mengumpulkan rupiah.  Sayang, qadarullah, sudah berusaha mencari cara mendapatkan password-nya, tetapi belum berhasil juga. Sekarang InsyaAllah sudah saya ikhlaskan. Sepertinya masih disuruh Allah untuk mengumpulkan ilmu dulu di tempat lain.

Apalagi nengok tulisan saya di platform tersebut, ternyata sudah diakuisisi oleh akun lain. Ya, seperti itu contoh “permainan politik” di dunia digital. Mengingat artikel tersebut adalah tulisan saya, InsyaAllah saya tidak salah kan ya jika membagi ulang disini. Bismillah.

Oke deh, setelah curhat yang panjang di atas, sekarang saya mau back to the topic!

Source: pixabay.com

WHY DRAKOR?

Membicarakan soal drama Korea saya yakin tidak ada ‘matinya’. Apalagi selama pandemi masyarakat diharuskan stop kegiatan di luar rumah.  So, salah satu kegiatan untuk mengisi waktu di rumah pasti menonton. Drama Korea pastilah pilihan banyak orang, khususnya kaum hawa ya. Anda termasuk juga?

Jika Anda tahan berlama-lama menonton drakor, pastinya Anda sudah ‘tersihir’. Etapi, tentu saja ini bukan sihir dalam arti mistis ya, tetapi lebih kepada tertarik mengikuti episodenya terus menerus. Barangkali ada yang menonton lantaran tertarik pada penampilan tokohnya.  Tetapi, saya yakin meskipun wajah tokoh super tampan dan cantik, kalau alur ceritanya tidak asyik pasti cepat ‘pindah haluan’.  Jadi, saya yakin tema dan alur cerita dalam sebuah drama itu penting ya.

Nah, dibalik cerita itulah ada satu sosok yang penting.  Kalau dalam desain rumah yang cantik, sosok tersebut bernama arsitek, maka dalam drama Korea adalah penulis skenario.

PERAN PENULIS SKENARIO DALAM DRAKOR

Penulis skenario adalah seseorang yang menentukan nasib para tokoh di dalam ceritanya. Penulis skenario di Korea memiliki skill yang sangat baik. Mereka akan melakukan pengamatan yang mendalam untuk membuat sebuah drama. Mulai dari menciptakan karakter hingga alur plot yang menarik.

Dilansir dari aurantii.wordpress.com, di Korea Selatan penulis skenario drama bisa lebih terkenal dari aktor atau aktris. Penulis skenario drama yang sukses akan memilih sendiri pemeran dalam dramanya. Skenario yang hebat tidak akan melahirkan drama yang hits dan membuat para pemeran jadi lebih terkenal, tetapi juga bikin penontonnya susah move on.

Source: gempak.com

Seperti drama The World of The Married yang mendapatkan banyak perhatian. Dilansir merdeka.com (retrieved 20/5/2020), sejak penayangan episode pertama, rating drama ini kian melonjak. Hingga episode 16, drama ini mencetak rekor baru sebagai drama dengan rating tertinggi yang pernah dicapai oleh drama di jaringan televisi kabel Korea.

Namun, dibalik kesuksesan drama ini, khususnya di Indonesia, sepertinya penulis skenario dibalik drama ini kurang diperhatikan.  Hingga usai drama ini lebih banyak yang membahas “mengapa ini dan itu, tentang kehidupan dalam drama tersebut’. Bagus sih, memang seperti itu “sihir” drakor, seakan nyata. Tapi, setelah usai seharusnya penonton memahami. Itu hanya satu bagian episode dalam kehidupan seseorang, nasibnya sudah ditentukan. Dan yang menentukan adalah sang penulis skenario, dengan banyak pesan yang ingin disampaikan dan berharap bermanfaat. Pada tayangan khusus behind the scene, saya dibuat kagum oleh otak dibelakangnya. Sayangnya, tidak ada ulasan khusus tentang tim dibalik layarnya ya,

Fyi, penulis skenario drakor The World of The Married bernama Joo Hyun. Saya berusaha mencari fotonya, tapi belum ketemu, sama sekali! Yang pasti karya lain dari penulis tersebut diantaranya adalah Revolutionary Love (2017) yang dibintangi Siwon dan My Horrible Bos (2016)

Source: hiburan.dreamers.id

Penulis skenario yang terkenal lainnya adalah Kim Eun Sook. Drama-drama karya Kim Eun Sook selalu masuk dalam deretan drama yang booming. Beberapa diantaranya, Secret Garden (2010), Gentleman’s Dignity (2012), Heirs (2013), Descendants of The Sun (2016), dan Goblin: The Lonely and Great God (2016 – 2017). Penulis yang satu ini diberi julukan ‘prince maker’ karena seringkali membuat aktor dalam dramanya menjadi lebih terkenal dan dicintai oleh pemirsa. Trade mark drama buatan Kim Eun Sook adalah romantis yang berlebihan. Kim Eun Sook sangat tahu bagaimana alur cerita romantis yang diidamkan para wanita. Keunggulan tulisan Kim Eun Sook juga terlihat pada dialog-dialog yang keren dan selera humor yang disukai banyak orang.

Source: kholic.id

Kedua, Hong Sisters. Duet maut dua penulis bersaudara ini telah melahirkan sejumlah drama populer. Beberapa drama bukti kesuksesan mereka adalah My Sassy Girl Choon Hyang (2005), My Girl (2005 – 2006), You’re Beautiful (2009), My GirlFriend is Gumiho (2010), Master’s Sun (2013), dan Warm and Cozy (2015). Drama karya mereka lebih sering bergenre komedi romantis. Namun begitu, Hong Sisters pintar dalam membuat karakter-karakter unik dan mudah diingat sehingga drama-drama karya mereka memiliki kesan tersendiri di benak pemirsa dan tidak akan pernah terlupakan.

Penulis-penulis skenario drama Korea tersebut memperlihatkan bahwa masing-masing penulis memiliki keunikan msing-masing. Sehingga karya yang mereka hasilkan pun memiliki kekhasan dan menciptakan karakter serta cerita yang beragam.

Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan inspirasi ya.

Next, saya akan menulis tentang penulis skenario di Indonesia, sebagai pembanding ya.

Salam Bintu Tsaniyah,

Tabik.

 

 

0
Share

Sebetulnya saya jarang banget makan steik ya, sampai lupa kapan terakhir kali menyantapnya. Maklum, kami hanyalah kaum menengah di bumi Indonesia yang selalu sangat bahagia kalau dapat hantaran daging saat Hari Raya Idul Adha, hehe...  Hari-hari biasa ya mentok soto ayam atau ayam kecap atau ayam krispi. Eh lah kok ayam terus, xixi...selingan aja dari menu sayur kok. Tapi apapun itu Alhamdulillah dimudahkan untuk bersyukur.


Termasuk kali ini, saya bersyukur bisa dapat ilmu baru tentang steik dari seorang chef (ahli memasak) lewat cooking class virtual yang diberikan oleh Cookpad. Meski pesertanya banyak, tetapi karena masuknya lewat pesan pribadi, jadi boleh ya saya anggap ini spesial, he...
Mendengarkan penuturan Chef Andy tentang steik membuat saya serasa mendengarkan penjelasan chef di Master Chef. Jadi terharu. Jika sebelumnya saya menganggap steik sebagai makanan yang disajikan di hot plate dengan siraman saus kental dan tatanan sayur rebus. Ternyata, steik yang sesungguhnya (menurut penuturan narasumber) bukan seperti itu. Steik tidak perlu ribet ini itu. Dengan bahan dan bumbu yang sederhana dan dalam waktu relatif singkat, bisa menghasilkan steik yang gurih dan beraroma. Syaratnya cuma satu, lakukan dengan teknik yang benar.

Steik menurut KBBI adalah daging (sapi, ayam, ikan, babi) yang dipotong lebar selebar telapak tangan, tebal 1,5 cm, dibumbui lada, garam atau bumbu lainnya, lalu digoreng atau dipanggang. Dari pengertian tersebut saja dapat diketahui ya jika steik itu simpel dan tidak neko-neko (hallah).
Langsung saja, berikut beberapa tips yang wajib diketahui saat memasak steik. Selain dari materi cooking class, saya lengkapi dari artikel Chef Andy dari medium.com (retrieved 16/5/2020).

1. Gunakan daging dalam kondisi suhu ruang, bukan frozen.

2. Kunci memasak steik adalah di kondisi "maillard reaction", reaksi kematangan (pencoklatan), yang pas. Hal itu membutuhkan kondisi pan yang panas, tidak kurang dari 140 C, saat steik dimasukkan.

3. Agar "maillard reaction" sempurna kondisi daging harus benar-benar kering. Caranya, lap daging hingga kering menggunakan kitchen towel atau tisu. Jika steik basah, saat bertemu dengan permukaan wajan panas, yang terjadi adalah energi panas digunakan terlebih dahulu untuk merubah wujud air menjadi uap — dan ini terjadi pada suhu 100ºC. Permukaan steik bakalan mentok di suhu tersebut dan sebelum Maillard Reaction terjadi, suhu dalam steak akan duluan naik melebihi 60ºC.

4. Saat terbaik memberikan garam pada steik adalah 45 menit sebelum dimasak. Daging diberi garam lalu disimpan di kulkas. Namun jika tidak sempat, maka sesaat setelah daging masuk ke dalam pan (kurang dari dua menit), berikan garam.


5. Lakukan proses 'resting' setelah daging matang sesuai dengan yang diinginkan (steik tebal 1,5 cm, medium rare 40 detik, medium 50 detik dan medium well 1 menit). Proses ini adalah membiarkan steik tanpa diiris selama 5 menit di atas piring saji. Selama itu sebetulnya steik masih berproses mematangkan diri. Dengan melakukan resting tidak akan banyak mengeluarkan cairan. Selain itu, steik akan terasa lebih juicy dan rasanya lebih terkonsentrasi.

6. Jika menggunakan daging sapi, pilih bagian yang mudah empuk (karena jarang bergerak), sebaiknya  menggunakan sirloin (has luar), tenderloin (has dalam) dan ribeye.

Steik ayam, sekedar contoh yaa


Kurang lebih, inilah tips yang harus diketahui tentang steik yang sesungguhnya, (berdasarkan versi Chef Andy).  Mudah-mudahan bermanfaat. Semangat mencoba dan memasak ya!

Salam Bintu Tsaniyah,
Tabik

0
Share
Older Posts Home

Popular Posts

  • Tips Penggunaan Awal Oven 'Tangkring' (Oven Kompor)
    Oven tangkring merupakan istilah umum masyarakat Indonesia saat menyebutkan oven kompor.  Bahkan biasanya cukup disebut dengan otang saja. ...
  • Cara Membuat Ketupat Instan (20.30.20.30)
    Ketupat adalah makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa, berbentuk kantong segi empat dan sebagainy...
  • Mengenal Aplikasi Scratch, Media belajar coding untuk anak usia dini
    Apakah bunda-bunda semua sedang ada problem anaknya ngegame aja. Ini ada aplikasi web dan aplikasi playstore yang bagus buat belajar anak te...

Desainnyong

Jasa Desain Gambar Rumah Minimalis Murah

Labels Cloud

Arsitektur Dapur Uji Masak Edukasi Gaya Hidup Inspirasi kuliner Motivasi Parenting pemograman Perjalanan Quote Renungan Rumah Tangga Rupa-rupa Scratch Story Teknologi Tips UC News Wisata

Blog Archive

  • ▼  2021 (8)
    • ▼  December (1)
      • Mengenal Aplikasi Scratch, Media belajar coding u...
    • ►  August (2)
    • ►  June (1)
    • ►  March (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2020 (13)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2019 (16)
    • ►  September (6)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (4)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (16)
    • ►  November (3)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
  • ►  2017 (12)
    • ►  December (3)
    • ►  October (1)
    • ►  August (7)
    • ►  July (1)
Powered by Blogger.
Flag Counter

Total Pageviews

Best Article

  • Tips Penggunaan Awal Oven 'Tangkring' (Oven Kompor)
    Oven tangkring merupakan istilah umum masyarakat Indonesia saat menyebutkan oven kompor.  Bahkan biasanya cukup disebut dengan otang saja. ...
  • Inilah Alasan Pentingnya Wisata Edukasi
    Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan cenderung cepat bosan.  Metode belajar di dalam ruangan saja sangat rentan menyebabkan k...
  • 'Kabur', Solusi Menghilangkan Kepenatan
    Foto: pixabay.com Latepost... Kemarin adalah perdana saya melakukan sebuah hal yang sudah lama tidak dilakukan, yaitu 'kabur'. ...

About Me

About Me

Najiyyatul Ummah

Seorang Istri, ibu dan anak kedua, Lulusan arsitektur yang senang menulis. Tulisan dan ilustrasi, dua hal yang membantu memaknai kehidupan

Copyright © 2015 Bintu Tsaniyah

Created By ThemeXpose | Copy Blogger Themes